Neo-Demokrasi
Opini

Pola Interaksi Diperketat, Disiplin Protokol Kesehatan

Oleh: H Iwan Junaih, anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dari Fraksi Nasdem

Pemerintah Indonesia menerapkan tatanan baru  atau new normal. Tatanan baru yang berbasis kebiasaan dan perilaku baru dengan membudayakan hidup bersih dan sehat dengan cara cuci tangan pakai sabun. Keluar rumah menggunakan masker dan jaga jarak aman dengan menghindari kerumunan.

Ini adalah konsekuensi atas belum ditemukannya vaksin definitif standar internasional untuk membunuh pandemi Covid 19. Karena bagaimanapun, kehidupan harus tetap berjalan, tetap produktif, tetap berkegiatan positif, agar tercapai standar kehidupan yang ‘normal’ kembali. Dan ketentuan ini berlaku untuk siapapun dan diharapkan mampu menciptakan kesadaran kolektif.

Untuk merealisasikan tatanan baru ini, pemerintah menggandeng seluruh pihak. Mulai tokoh masyarakat, para ahli, dan para pakar untuk merumuskan protokol atau SOP untuk memastikan masyarakat dapat beraktivitas kembali,  tetapi tetap aman dari Covid-19. Protokol ini berlaku di semua sektor, baik ekonomi, pendidikan, keagamaan, dan lain lain. Siapkah kita?

Penulis yang juga salah satu pengurus di Ponpes Sunan Drajat, Lamongan melihat, siap atau tidak, kita harus mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan tatanan kehidupan dan menyesuaikan dengan kebutuhan zaman. Karena ini menyangkut kemaslahatan dan keselamatan kita bersama. Kelalaian dan ketidakpedulian atas protokol kesehatan berisiko buruk terhadap diri kita, orang lain, dan lingkungan secara luas.

Filosofi utama penerapan new normal, yakni cuci tangan, bermasker, dan jaga jarak aman, sedikit banyak akan memengaruhi tatanan kehidupan masyarakat. Demikian juga di lingkungan pesantren. Pertanyaan awal bagaimana dengan pesantren.Apakah sudah cukup siap? Ataukah aturan ini nantinya justru akan menggerus tata kelola produktivitas belajar mengajar di pesantren, dan bagaimana pula pesantren menghadapinya?

Karena kebersihan adalah bagian dari iman, maka menjaga diri dan lingkungan menjadi hal mutlak. Kalau untuk cuci tangan dan bermasker tidak ada masalah. Toh kita sudah menerapkan aturan ini sejak Februari atau ketika Covid-19 diumumkan pemerintah telah mulai masuk Indonesia.

Tapi untuk physical distancing (jaga jarak) atau social distancing agak sulit dan sangat tidak memungkinkan. Pasalnya, konsekuensinya  akan memakan dana yang cukup besar untuk menunjang fasilitas untuk mendukung terlaksananya konsep jaga jarak.Contohnya asrama yang biasanya diisi 100 santri. Sekarang harus diisi separohnya akan sangat sulit. Karena kita harus membangun fasilitas tambahan cukup besar sekali. Lha dan dari mana dananya. Kalaupun ada bantuan dari pemerintah, tetap kita tidak akan mampu. Karena dana yang dibutuhkan sangat besar dan tidak akan mampu mendukung semua pesantren.

Saran saya, tetap saja berjalan apa adanya. Ponpes tidak boleh dipaksa untuk memfasilitasi atau mencukupi sesuai kebutuhan ideal era new normal. Demikian juga, kita juga tidak boleh menuntut pemerintah agar mensubsidi dana cukup untuk mewujudkan tatanan ideal new normal. Yang penting, kita tetap disiplin, komitmen untuk menjalankan konsep new normal.

Kita sepakat dan patuh dengan keputusan pemerintah terkait kebijakan penerapan aturan new normal. Tapi dengan kondisi yang ada saat ini, kita jalankan seadanya, sesuai kemampuan kita. Jangan dipaksakan karena ketidakmampuan kita. Yang penting kebersihan sesuai disiplin protokol kesehatan kita tingkatkan.

Terkait pendidikan, juga harus berjalan apa adanya. Seperti biasanya, karena sistem dan metode pendidikan di pesantren sangat jauh berbeda dengan pendidikan formal di luar. Di pesantren misalnya, ada yang namanya ngaji sorokan, dimana kiai atau ustad berhadap-hadapkan dengan santri tiap hari. Nah, dalam hal ini sangat memungkinkan untuk menjaga jarak.

Dalam proses mengaji dengan kiai atau ustad juga bisa. Misalkan posisi duduk direnggangkan tentu bisa. Semuanya akan berjalan seperti biasanya. Yang paling penting, yang juga sudah diterapkan di seluruh pesantren, ponpes harus mampu menjaga dan memfilter, tidak melonggarkan akses keluar masuknya orang dari luar ke pesantren.

Interaksi dengan pihak luar diperketat, tidak terlalu sering. Bila ponpes sudah terisolasi dengan baik, interaksi pun dijaga. Tidak mudah keluar masuk ponpes. Insya Allah Virus Corona tidak mudah masuk .Walaupaun hal ini tidak menjamin bersaih dari virus 100 persen.

Di Ponpes Sunan Drajat, kami juga melakukan pengetatan aturan aturan tertentu. Salah satunya, menerapkan protokol kesehatan untuk santri yang kembali ke ponpes setelah liburan Hari Raya Idul Fitri ini. Ada aturan sedikit ketat terkait keluar masuknya santri. Hal ini juga berlaku untuk para wali murid dan tamu tamu pondok, tidak mudah keluar masuk. Jika sudah terjaga. Insya Allah aman dan terjaga.

Kalau ada yang santri atau pihak dari pondok yang harus keluar dan yang luar harus masuk, kita tetap terapkan disiplin protokol kesehatan. Tentu , upaya untuk menerapkan protokol kesehatan di pesantren tidak murah dan mudah. Di sinilah peran pemerintah harus hadir membantu.

Untuk kategori pesantren-pesantren besar yang sudah establish mungkin mampu. Tapi kalau pesantren kecil dan harus mencukupi sendiri pengadaaan kebutuhan masker santrinya, hand sanitizer, yang pasti akan sangat berat. Untuk penyemprotan dinsifektan secara rutin juga akan membutuhkan dana yang besar.  Untuk itu, kami minta pemerntah harus melakukan pendataan secara cermat dan valid terkait mana saja pesantren yang membutuhkan uluran tangan.

Pemerintah juga nggak mungkin membantu seluruh pesantren. Jadi khusus untuk pesantren yang sifatnya urgent saja. Dengan demikian, target terlaksananya tatanan kehidupan new normal ini bisa dilakukan ponpes secara menyeluruh. .

Kita juga menyadari pemulihan ekonomi pasca pandemi di era new normal memerlukan waktu cukup lama. Hal ini juga berimplikasi terhadap kehidupan dan berlangsungnya proses belajar mengajar di pesantren.

Sebagai contoh, saat ini saja, penurunan kemampuan pembayaran wali murid di pesantren sangat rendah sekali. Kemampuan pesantren dalam meng-cover biaya biaya pendidikan turun sampai 70 persen. Hal ini dikawatirkan akan mengganggu jalannya proses pendidikan di pesantren.

Untuk itu, sekali lagi, kami harapkan pemerintah untuk hadir kembali menjaga pendidikan formal dan non formal agar tetap survive. Demi ponpes mampu mewujudkan lahirnya generasi generasi muda yang cerdas, berilmu, bertakwa, berahlaqul karimah, berketerampilan, agar mampu melanjutkan perjuangan menjadi bangsa yang unggul, terhormat, dan disegani bangsa bangsa lain.(*)

Related posts

Dosa Lingkungan Khofifah dan Dua Perda Kejar Tayang Jelang Lengser

Rizki

Selektif Dalam Memilih Pinjaman Online di Era Digitalisasi

neodemokrasi

Sengkarut Undang-Undang ITE

Rizki