Neo-Demokrasi
Opini

Meningkatkan Performance Knowledge Era Revolusi 4.0 di Tengah Pandemi Covid-19

Oleh: Dr. Rismawati.,SE.,MM

Prarevolusi dikenal jauh sebelum adanya revolusi industri. Pada saat itu semua kegiatan dilakukan secara manual dengan bantuan tangan manusia tanpa adanya bantuan mesin.

Sekitar pada abad ke-17 sampai awal abad ke-18 barulah muncul istilah revolusi industri yang saat itu dengan nama Revolusi Industri 1.0 (saat dimulainya adanya pabrik dan penemuan tenaga uap oleh para ilmuwan).

Pada pertengahan abad ke-18 disinilah berawal hadirnya produksi mobil dan pemanfaatan tenaga listrik. Dimulainya Revolusi Industri 3.0 sekitar tahun 1960 (adanya ledakan informasi digital, komputer, dan smartphone).

Pada saat ini Revolusi 4.0 pelaksanaan implementasi tehnologi modern melalui peningkatan teknologi manufaktur, penciptaan kebijakan strategis, dan lain sebagainya. Hal ini ditandai dengan hadirnya robot, artificial intelligence, machine learning, biotechnology, blockchain, internet of things (IoT), serta driverless vehicle.

Bidang pendidikan yang berkaitan dengan Revolusi Industri 4.0 dapat dimanfaatkan serta mendukung pola belajar. Juga pola berpikir dalam mengembangkan inovasi kreatif dan inovatif untuk mencetak generasi penerus bangsa yang unggul dan mampu bersaing.

Berbicara tentang performance naik turunnya kinerja dalam suatu organisasi merupakan sebuah tantangan tersendiri untuk mengelola organisasi. Performance mampu menjamin kinerja setiap individu serta menciptakan sistem terbaik dalam organisasi.

Performance merupakan proses komunikasi berkesinambungan yang dilakukan dalam kemitraan antara bawahan dan atasannya. Jadi, performance adalah usaha agar mendapatkan hasil yang lebih baik bagi organisasi, tim, maupun individu dengan memahami serta mengelola dalam kerangka tujuan, standar, dan kompetensi yang terencana.

Fenomena pandemi Covid-19 saat ini mengharuskan kita melakukan physical distancing yang berdampak pada berbagai bidang. Baik sosial, ekonomi, dan tentu saja pendidikan. Tulisan ini sedikit membahas secara fokus tentang dampak yang ditimbulkan dari pandemi Covid-19 khususnya pada bidang pendidikan.

Seorang ahli pada bidang pendidikan menyebut pendidikan era Revolusi 4.0 digambarkan dengan pemutakhiran teknologi cyber. Baik secara fisik maupun nonfisik dalam pembelajaran.

Fenomena pendidikan era Revolusi 4.0 dengan cara merespons kebutuhan revolusi industri yang menyesuaikan kurikulum baru sesuai situasi pada saat ini. Kurikulum tersebut menjadi pelopor pembuka jendela dunia melalui pemanfaatan tehnologi yang mudah digenggam seperti internet of things (IoT).

Konsep pendidikan jarak jauh pertama kali dicetuskan di Amerika Serikat di era tahun 1980-an terus berkembang. Pendidikan jarak jauh ini dilakukan dari universitas di luar negeri tanpa kita harus pergi ke luar negeri.

Pendidikan di Indonesia seperti yang kita ketahui masih bersifat konvensional, yakni  pelajar harus hadir dalam kelas. Tetapi pada saat ini pendidikan yang modern memiliki ciri khas Revolusi Industri 4.0 sebagai alternatif solusi, dengan pemanfaatan teknologi komputer dan juga internet.

Pendidikan jarak jauh ini yang tepat diterapkan pada kondisi pandemi Covid -19 saat ini. Hal ini mengharuskan semua kegiatan dilakukan di rumah atau dengan sebutan work from home atau study from home.

Pemanfaatan tehnologi ini merupakan suatu pemecahan masalah dalam meningkatkan performance knowledge yang solutif. Tentu saja harus adanya penyesuaian dalam mengaplikasikan pendidikan era Revolusi 4.0. Namun tidak dapat dimungkiri bahwa setiap individu harus mampu memahami teknologi dan informasi serta bagaimana cara mengimplementasikan adanya masalah yang timbul terkait saranap rasarana yang memadai.

Contohnya peserta didik dari keluarga yang kurang mampu tidak memiliki laptop atau smartphone. Maka dari itu, harus ada kebijakan untuk lebih memperhatikan hal tersebut. Dari semua itu peserta didik harus dituntut lebih memahami serta menyesuaikan diri dan memanfaatkan pendidikan era Revolusi 4.0. Sehingga dalam perkembangannya kreativitas dan inovasinya melalui tugas bersama (kolaborasi), tugas individu, maupun project dapat memberikan manfaat di tengah situasi wabah Covid-19 ini.

Pada saat ini tidak banyak sekolah dan juga pemerintah senantiasa berusaha untuk menerapkan dan mengimplementasikan pendidikan pada era 4.0. Sebagai contoh menggunakan platform Google classroom yang para siswa mengunduh dan menggunggah materi pelajaran.

Ada juga dengan menggunakan platform dengan basis video conferencing, misalnya Zoom, Webex, e-learning maupun Google Meet. Hal lain yang juga dilakukan pemerintah saat pandemi ini dengan siaran edukasi di televisi.

Namun yang menjadi permasalahan baru saat ini apakah pendidikan 4.0 dapat diimplementasikan secara maksimal dan juga optimal? Apakah sama tingkat kinerja pendidik dan siswanya saat belajar di dalam kelas? Apakah semua siswa di seluruh Indonesia telah memiliki fasilitas tersebut secara merata?  Ataukah kecepatan jaringan internetpun sudah berjalan dengan baik. Di satu sisi permasalahan lainpun muncul apakah pendidik dan siswa tersebut dapatmenggunakan teknlogi secara optimal?

Maka sering kita mendengar istilah ‘gaptek’ atau gagap teknologi. Maka, diperlukan transfer pengetahuan dengan memberikan informasi dan sosialisasi agar kemampuan penggunaan teknologi masyarakat Indonesia menjadi lebih baik.

Dalam meningkatkan performance knowledge tidak dapat dimungkiri tantangan terbesar bagi para pengajar untuk mengimplementasikannya. Dikutip dari Kompasiana (2019) ada empat kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh pengajar.

Pertama, keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Merupakan kemampuan memahami suatu masalah,mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya, sehingga dapat dielaborasi dan memunculkan berbagai perspektif untuk menyelesaikan masalah.  Pengajar diharapkan mampu meramu pembelajaran dan mengekspor kompetensi ini kepadan peserta didik.

Kedua, keterampilan komunikasi dan kolaborasi. Keterampilan ini tidak luput dari kemampuan berbasis teknologi informasi, sehingga pengajar dapat menerapkan kolaborasi dalam proses pengajaran.

Ketiga, kemampuan berpikir kreatif dan inovatif. Diharapkan ide-ide baru dapat diterapkan pengajar dalam proses pembelajaran sehingga memacu siswa untuk beripikir kreatif dan inovatif. Misalnya dalam mengerjakan tugas dengan memanfaatkan teknologi dan informasi.

Keempat, literasi teknologi dan informasi. Pengajar diharapkan mampu memperoleh banyak referensi dalam pemanfaatan teknologi dan informasi guna menunjang proses belajar mengajar.

Bagi perguruan tinggi, Revolusi Industri 4.0 diharapkan mampu mewujudkan pendidikan cerdas melalui peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan, perluasan akses, dan relevansi dalam mewujudkan kelas dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, interaksi pembelajaran dilakukan melalui blended learning (melalui kolaborasi), project based-learning (melalui publikasi), flipped classroom (melalui interaksi publik dan interaksi digital).

Pada intinya di balik semua hal tersebut peserta didik dituntut agar mampu menyesuaikan diri dan juga dapat memanfaatkan pendidikan era Revolusi 4.0 dengan penggunaan internet of things (IoT). Dengan demikian, dapat mengembangkan kreativitas dan juga inovasi melalui tugas kolaborasi, tugas individu, maupun project yang lebih bermanfaat di tengah situasi wabah ini.

Pada akhirnya, ditengah merebaknya Covid-19, pendidikan era Revolusi Industri 4.0 dapat diimplementasikan dengan menyesuaikan beberapa hal teknis. Di satu sisi peserta didik diharapkan mampu membawa perubahan yang positif melalui pemahaman yang telah diberikan.(*)

Related posts

Siapkah Dunia Pendidikan Menyambut New Normal

neodemokrasi

Sistem Pengendalian Manajemen Berbasis Budaya Organisasi pada Pondok Pesantren

neodemokrasi

Relawan Penanggulangan Bencana Mau Dibawa Kemana

neodemokrasi