Neo-Demokrasi
Opini Umum

Ecopreneurship Berbasis Kaum Ibu Anggota PKK

Wininatin Khamimah. Dosen Tetap STIESIA Surabaya dan Pemerhati Masalah Sampah Plastik (wininatinkhamimah@stiesia .ac.id)

Ecopreneurship

Green entrepreneurship, ecopreneurship, environmental entrepreneurship, enviropreneurship dan  sustainable entrepreneurship telah menjadi istilah popular dalam literatur kewirausahaan selama 20 tahun terakhir. Karena perkembangan literatur yang cepat,  istilah-istilah ini lalu muncul secara terpisah tetapi masih dalam bidang yang sama.  Terminologi ini mulai muncul pada awal 1970 melalui deklarasi  United Nations Environment Programme (UNEP) di Stockhlom.  Badan PBB yang menangani lingungan ini menyerukan penyelamatkan lingkungan dengan memperhatikan pentingnya kegiatan manusia untuk melindungi dan menjaga kondisi bumi agar tetap layak huni

(Potlur dan  Phani, 2019).

Ecological (ilmu yang mempelajari timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya) dan entrepreneurship (kewirausahaan) merupakan asal kata ecopreneurship.  Ecopreneurship merupakan konsep kewirausahaan yang tidak berorientasi pada profit semata, tetapi juga peduli terhadap aspek lingkungan.   Ecopreneurship mewakili proses prinsip-prinsip kewirausahaan yang diterapkan agar tercipta bisnis yang mampu mengatasi masalah lingkungan atau beroperasi secara berkesinambungan. Istilah ecopreneurship secara luas mulai digunakan pada 1990-an  dan selanjutnya disebut kewirausahaan lingkungan. Gwyn Schuyler (1998) mendefinisikan ecopreneur adalah pengusaha yang dalam menjalankan bisnisnya tidak hanya didorong faktor keuntungan, tetapi juga  kepedulian terhadap lingkungan.

Salah satu masalah lingkungan yang dihadapi masyarakat saat ini adalah sampah plastik, khususnya yang ada di daerah perkotaan.    Saat  ini sampah plastik sudah menjadi permasalahan global dan masing-masing negara membuat kebijakan untuk mengatasinya.  Indonesia menjadi negara kedua penyumbang sampah plastik terbesar di dunia setelah China.  Dari 67 juta ton sampah yang dihasilkan penduduk Indonesia per tahun, 5,4 juta ton diantaranya adalah sampah plastik. (https://www.jawapos.com, 21 Pebruari 2018).  Pada 2010 sebuah penelitian menemukan fakta bahwa ada 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di seluruh dunia. Sekitar 4,8-12,7 juta ton terbuang dan mencemari laut. Indonesia memiliki penduduk di pesisir sebesar 187,2 juta yang menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik setiap tahunnya yang tidak dikelola secara benar. Sekitar 0,48-1,29 juta ton dari sampah plastik ini diduga menyebabkan pencemaran di laut  (Ardhani, et al, 2020).

Masalah sampah  merupakan salah satu masalah besar bagi masyarakat karena dampaknya sangat   buruk bila tidak terkelola dengan baik. Pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.  Kemudian dipertegas dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga. Pengelolaan sampah harus melibatkan banyak pihak (https://www.jawapos.com, 21 Pebruari 2018).

Kemampuan melihat masalah menjadi peluang usaha yang sekaligus sebagai solusi masalah lingkungan adalah inti dari ecopreneurship. Ecopreneurship merupakan bagian dari entrepreneurship (kewirausahaan). Menurut Thomas W. Zimmerer (1996) dalam Saban Echdar (2013),  kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan upaya memanfaatkan peluang yang dihadapi orang setiap hari. Tantangan ini melahirkan gagasan, kemauan dan dorongan untuk berinisiatif. Hal ini akan mendorong untuk berpikir kreatif dan bertindak inovatif sehingga tantangan-tantangan tadi bisa teratasi dan terpecahkan.. Dengan nilai-nilai kewirausahaan diharapkan dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan masyarakat dalam menyalurkan ide dan kreasinya dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

Kaum Ibu Sebagai Ecopreneur

Seperti diketahui,  salah satu penghasil sampah terbesar adalah sektor rumah tangga selain industri dan perdagangan. Dalam keluarga seorang ibu sangat berperan dalam pengelolaan sampah rumah tangga.  Sehubungan dengan itu, pengetahuan dan keterampilan seorang ibu sangat penting dalam pengelolaan sampah. Tidak hanya memilah sampah, tetapi menjadikan sampah menjadi produk yang bernilai ekonomi. Bermodal sampah plastik dan keterampilan,  kaum ibu  mampu menambah penghasilan keluarga.  Hal inilah yang ingin dicapai dalam ecopreneurship, kewirausahaan yang berwawasan lingkungan.

Masih sedikit orang yang mampu melihat potensi sampah yang begitu besar menjadi produk berharga jika direkayasa menjadi produk daur ulang.  Sampah plastik bekas pembungkus deterjen, sabun pencuci piring, pelicin/pewangi pakaian, kopi, susu, mi instan, kecap dan lain-lain bisa dijadikan bermacam barang yang berguna. Produk daur ulang ini bisa berupa dompet kosmetik, tempat pensil, tas wadah makanan, tas belanja, tas sekolah, travel bag, map dan lain-lain. Produk hasil daur ulang sampah plastic ini bernilai jual cukup tinggi.

Melihat nilai lebih ecopreneurship ini,  sebaiknya jiwa kewirausahaan yang berwawasan lingkungan dikenalkan dan ditumbuhkan di kalangan ibu rumah tangga melalui kelompok PKK  (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) di masing-masing RT.  Jika mereka mempunyai wawasan tentang kewirausahaan, besar kemungkinan para ibu ini akan merintis menjadi wirausaha dengan melihat peluang di sekitarnya. Sehingga mereka akan mempunyai kegiatan lebih produktif di sela-sela waktu luangnya setelah mengurus rumah tangga.  Kaum ibu yang mempunyai usaha sambilan yang bisa dikerjakan di rumah, diharapkan akan lebih sejahtera karena ada tambahan penghasilan. Secara psikologis, kaum ibu juga lebih bahagia  karena mempunyai variasi kegiatan selain mengurus rumah tangga.  Juga lebih percaya diri karena mampu memberikan kontribusi finansial.  Ini berarti kesejahteraan keluarga juga meningkat.

Melalui pemberdayaan yang dilakukan pihak-pihak terkait, seperti pemerintah dan kalangan akademisi, diharapkan para ibu menjadi tergerak untuk berkarya guna membantu mengatasi masalah sampah plastik sekaligus  mendapatkan  penghasilan.  Salah satunya dengan membuat berbagai macam kerajinan tangan dari sampah plastik (recycle). Karya dari para ibu anggota PKK ini diharapkan dapat dihimpun dan selanjutnya dapat terbentuk Kelompok Karya bagi ibu rumah tangga. Kelompok karya ini bisa menjadi UMKM yang berbasis masyarakat, dalam hal ini kaum ibu anggota PKK.  Hasil karyanya bisa dijual secara langsung di lingkungan RT, RW atau melalui pemasaran secara online dengan bimbingan dari pihak-pihak terkait. ****

Referensi:

Ardhani, Anggita Dwi,  Yoga A. Pongtuluran dan Louis IX King, (2020), Dua Sisi Mata Uang: Kebijakan Publik dan Penanganan Sampah Plastik di Indonesia, Kementerian Sosial Politik dan Kajian Strategis BEM USD, https://usd.ac.id

Echdar, Saban,  (2013), Manajemen Entrepreneurship, CV. Andi Offset, Jogjakarta

Potlur, Seema dan  Phani B V (2019): Waste-preneurship: A model of Environmental Benefit
https://www.researchgate.net/publication/335739939

Schuyler, Gwyer, (1997), Merging Economic and Environmental Concerns through Ecopreneurship. Digest Number 98-8, https://eric.ed.gov

https://www.jawapos.com: 21 Pebruari 2018: Surabaya Hasilkan Sampah Plastik 400 Ton Sehari

Related posts

Anies Baswedan : ” Jaga  Solidaritas, Jangkau Semua dan Pesannya Mempersatukan”

neodemokrasi

Pembelajaran Daring yang tidak Sekadar tentang Nilai Bagus Semata

neodemokrasi

Pengguna Sepeda Sidoarjo Keluhkan Tiadanya Jalur Khusus

neodemokrasi