Neo-Demokrasi
Opini

Relawan Penanggulangan Bencana Mau Dibawa Kemana

Para relawan dari seluruh Indonesia mengikuti Rakornas BNPB di Sentul, Bogor.

Mungkin baru kali ini relawan penanggulangan bencana (PB) dilibatkan langsung dalam rapat koordinasi nasional (Rakornas). Secara besar-besaran pula. Rakornas sendiri diadakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNBP) pada tanggal 3-4 Februari 2020 lalu. Acara ini dihelat di Sentul, Bogor.

Jawa Timur pun tak mau ketinggalan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur memberangkatkan sekitar 100 perwakilan relawannya. Para relawan ini tergabung dalam Sekber Relawan Penanggulangan Bencana (SRPB) Jawa Timur.

SRPB ini memang menjadi model bagi Provinsi Jawa Timur untuk memberdayakan para relawan. Yang tergabung dalam SRPB bukanlah seluruh relawan se-Jawa Timur. Di organisasi ini hanya para perwakilan pengurusnya saja yang tergabung. Artinya, yang menjadi anggota adalah organisasi-organisasi relawan, pecinta alam, komunitas, dan sebagainya.

Selama dua hari rakornas, memang pelibatan relawan cukup signifikan dalam acara ini. Berbagai relawan seluruh Indonesia ikut hadir dalam acara ini. Dari sekitar 10 ribu peserta rakornas, mungkin sekitar 60-70 persennya adalah relawan. Pendeknya di setiap sudut pasti ada relawan.

Mereka tampak antusias mengikuti acara berbagai acara. BNPB memang mengemas acara rakornas ini semenarik mungkin. Tak hanya seminar dan diskusi yang serius dan membikin dahi mengernyit. Acara seremoni pemberian penghargaan pun mampu menjadi magnetnya.

Belum lagi tampilnya Cak Lontong dan kawan-kawan yang mengocok perut para peserta. Hingga tampilnya penyanyi Sri Rossa Roslaina Handiyani atau dikenal dengan nama Rossa, mampu menyedot hati sobat relawan milenial.

Namun dari sekian banyaknya agenda acara, pembahasan soal relawan belum tampak. Dari materi Seminar Nasional Rakornas PB saja, penulis merasakan belum ada yang menyerempet ke materi relawan.

Seminar Nasional Rakornas PB terdiri dari enam panel. Panel pertama membahas manajemen kebencanaan. Panel kedua membicarakan ancaman geologi dan vulkanologi. Panel ketiga tentang ancaman hidrometrologi (kekeringan, karhutla, dan perubahan iklim).  Panel keempat membahas ancaman hidrometrologi (banjir, banjir bandang, tanah longsor, puting beliung, abrasi)

Sedangkan panel kelima membahas ancaman limbah dan kegagalan teknologi. Sementara, panel keenam tentang sosialisasi Katana (keluarga tangguh bencana) dan edukasi kebencanaan.

Dari sekian panel tersebut, barang kali yang menyerempet membahas relawan adalah dalam panel keenam dengan makalah Program Membangun Ketangguhan Masyarakat.  Makalah oleh Ketua Bidang Penanggulangan Bencana Pengurus Pusat PMI Letjen TNI Purn. Sumarsono ini memang mengulas soal relawan, namun hanya berkisar relawan Palang Merah Indonesia (PMI).

Dalam seminar ini tak membahas secara khusus soal keberadaan relawan. Kalau pun ada singgungannya hanya sekilas. Padahal, peran relawan dalam penanggulangan bencana cukup signifikan.

Salah satu contohnya, yang terbaru, adalah ketika terjadi tragedi tenggelamnya tiga siswa SMPN 5 Sidoarjo,Rabu (12/2) lalu. Tiga siswa bernama  Aan Nuch Hasan, Moch Rully Kurniawan, dan Dafaldi tenggelam saat berenang di Sungai Pucang, Jenggolo, Kota Sidoarjo.

Ratusan relawan dari berbagai lokasi, langsung menuju ke lokasi. Mereka segera melakukan pencarian dengan peralatan dan kemampuan yang dimiliki. Kerja spartan mereka dengan kepolisian, TNI, maupun pihak lain, akhirnya membuahkan hasil. Tiga jenazah siswa SMPN 5 ditemukan.

Semestinya, pembahasan soal relawan bisa diberikan porsi tersendiri. Apalagi, mereka ini adalah ujung tombak jika terjadi bencana. Mereka selalu stand by 24 jam. Terkadang kesibukan dan keluarga ditinggalkan untuk memenuhi panggilan kemanusiaan.

Salah satu bahan yang bisa menjadi bahasan adalah manajemen pengelolaan relawan. Selama ini relawan lebih banyak terjun dalam tanggap bencana. Sedangkan dua bidang lain, yakni di prabencana dan pasca bencana kerap tersisihkan. Padahal, dua bidang ini juga tak kalah pentingnya. Dua bidang ini sangat urgent bagi relawan. Bahkan, bila ditelisik, kedua bidang ini tak akan habisnya untuk digarap. Lain halnya dengan tanggap bencana. Usai bencana, beberapa hari, minggu, atau bulan akan selesai.

Di bidang prabencana, relawan bisa dilibatkan dalam pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat. Selain itu, ada penguatan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam rangka pengurangan risiko bencana.

Pelatihan pun cukup luas lingkupnya. Mulai pelatihan dasar, pelatihan manajemen, hingga pelatihan teknis kebencanaan maupun geladi dan simulasi bencana.

Pada pasca bencana, relawan dapat dilibatkan dalam pengumpulan dan pengolahan data kerusakan dan kerugian. Relawan juga dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan rehabilitasi rekonstruksi fisik dan nonfisik.

Kini, relawan tak hanya sebagai objek saja, tidak sebagai pelengkap saja. Mereka harus menjadi subjek dalam setiap kegiatan kebencanaan. Ini seperti tagline dalam Rakornas BNBP lalu, “Penanggulan Bencana Urusan Bersama”. Artinya, pemerintah tak bisa bergerak sendirian menghadapi atau menanggulangi bencana. Peran relawan memang tak bisa dikesempingkan. Salam tangguh.(*)

Rizky, pemerhati ruang sosial, santri kebencanaan

Related posts

Dosa Lingkungan Khofifah dan Dua Perda Kejar Tayang Jelang Lengser

Rizki

Inkonsisten Dumping di Alur Pelayaran

Rizki

Sistem Pengendalian Manajemen Berbasis Budaya Organisasi pada Pondok Pesantren

neodemokrasi