Neo-Demokrasi
Ekbis Gaya Hidup

KOREAN WAVE SEBAGAI WUJUD EKONOMI KREATIF

MAR’ATUS ZAHRO, S.E., M.S.A.
Dosen Tetap STIESIA Surabaya

Korean wave merupakan istilah fenomena penyebaran budaya korea melalui produk-produk hiburan seperti drama, musik, dan fashion. Korean wave sendiri pertama kali masuk ke Indonesia sekitar tahun 2003, melalui korean drama (K-Drama). Hal inilah yang menjadi awal mula kemunculan budaya pop korea lainnya seperti K-pop dan K-Style.

Perkembangan korean wave di Indonesia pertama kali mengakibatkan banyak pendapat negatif dari beberapa kalangan masyarakat di Indonesia, salah satunya adalah adanya pandangan tidak mencintai bangsa sendiri. Namun seiiring berjalannya waktu, korean wave mendapat tempat sendiri di hati masyarakat Indonesia, khususnya kalangan anak muda.
Korean pop (K-Pop) pun merupakan salah satu bagian dari Korean wave. Sebagian besar pecinta K-Pop di Indonesia berasal dari kalangan remaja.

Perkembangan K-Pop di Indonesia memiliki dampak positif dan negatif bagi Indonesia. Dampak positif salah satunya adalah adanya transfer teknologi. Dengan perkembangan K-Pop banyak teknologi Korea yang lebih canggih dibanding Indonesia dapat kita manfaatkan, salah satunya adalah handphone Samsung, yang merupakan brand terkenal dari Korea. Sebagai remaja yang kreatif, diharapkan dapat memanfaatkan teknologi tersebut serta dapat mengikuti perkembangan teknologi agar tidak tertinggal. Salah satu dampak terbesar dari Korean wave bagi negara-negara lain adalah dari sektor ekonomi.

Korean wave merupakan salah satu contoh dari creative economy, dengan kata lain Korean wave merupakan kreativitas yang dapat menjadi kegiatan ekonomi. Dampak Korean wave bagi ekonomi terlihat jelas dari penjualan produk yang berhubungan dengan Korean wave. K-Pop sendiri tidak hanya menjual album, namun merchandise yang banyak terjual di beberapa negara. Beberapa contoh merchandise yang banyak dikoleksi oleh penggemar K-Pop adalah Photocard, lightstick, boneka, gantungan kunci, sticker, mug dan lainnya. Penjualan merchandise ini yang dapat meningkatkan PDB (Produk Domestik Bruto) suatu negara karena banyaknya ekspor produk-produk tersebut di beberapa negara.

Comunian dan Gilmore (2016) dalam bukunya yang berjudul “Higher Education and the Creative Economy” mendefinisikan creative economy sebagai lingkungan atau tempat dimana industri kreatif tumbuh dan berkembang. Konsep creative economy sendiri merupakan suatu konsep ekonomi baru yang melibatkan informasi dan kreativitas, serta mengandalkan ide dan pengetahuan sebagai faktor produksi utama. Dari definisi tersebut, maka Korean wave merupakan contoh dari creative economy, dimana kreativitas yang dihasilkan dari Korean wave dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan.

Creative economy(Ekonomi Kreatif) memiliki dampak terhadap sosial dan budaya yang cenderung terus tumbuh. Di era globalisasi yang sangat pesat, banyak negara menyadari bahwa kombinasi budaya dan perdagangan yang diwakili oleh industri kreatif merupakan cara yang ampuh untuk memberikan ciri khas suatu negara. Hal inilah yang membawa Korean wave menjadi salah satu wujud dari creative economy. Korean wave merupakan kombinasi antara budaya Korea Selatan dengan perdagangan. Korean pop (K-Pop) sendiri akhirnya menjadi warna musik tersendiri yang merupakan ciri khas dari Korea Selatan. Korean drama (K-Drama) menampilkan beberapa nilai ikon budaya yang diakui secara luas, seperti Namsan Tower di Seoul, Pulau Jeju, bahkan Distrik Gangnam menjadi tempat mewah dan modern di Seoul yang menggabungkan seni dan aktivitas komersial dan menjadi tempat yang banyak dikunjungi oleh wisatawan yang datang ke Korea Selatan.

Selama setengah abad terakhir, Korea Selaan telah mencapai transformasi ekonomi yang dianggap mustahil oleh banyak orang. Pada tahun 2013, Presiden Korea Selatan mengumumkan rencana untuk menggerakkan Korea Selatan menuju creative economy. Untuk sebuah negara yang telah membangun kesuksesan dengan kemampuan untuk memproduksi daripada berinovasi, hal ini merupakan perubahan penting dalam model pertumbuhan. Keberhasilan Korea yang mampu mencapai PDB per kapita dari 10% pada tahun 1962 menjadi 50% pada tahun 2012 dicapai oleh beberapa merk global terkemuka seperti Samsung, LG, dan Hyundai. Keberhasilan perekonomian di Korea Selatan tidak dapat dipisahkan dari fenomena Korean wave tersebut.
Korean wave itu unik, karena menunjukkan pertumbungan yang tidak biasa dari industri kreatif lokal di tengah globalisasi neoliberal. Industri kreatif Korea secara tidak terduga telah mengembangkan jasa dan produk lokal mereka sendiri, dan industri kreatif Korea telah menjadi salah satu kontributor paling sukses bagi perekonomian di Korea Selatan.

Kesuksesan Korean wave sendiri didukung dengan adanya perkembangan teknologi digitas dan media sosial seperti, youtube, situs jejaring sosial, dan smartphone di abad ke-21. Teknologi digital tersebut merupakan mesin penggerak baru bagi Korean wave yang telah menginisiasi dan mendukung popularitas budaya lokal di banyak negara. Pertumbuhan media sosial secara unik memengaruhi creative economy Korea karena beberapa media sosial seperti youtube dan situs jejaring sosial telah menjadi bagian penting dari creative economy yang dibangun oleh Korea Selatan.

Perkembangan fenomena Korean wave berkaitan erat dengan kebijakan budaya pada ranah industri budaya atau industri kreatif, karena karakteristik dan genre utama telah berubah berdasarkan kebijakan budaya yang berbeda. Gagasan industri budaya berawal pada abad ke-19 ketika komersialisasi produksi budaya di mulai di masyarakat. Industri budaya telah bergerak semakin dekat ke pusat kegiatan ekonomi di banyak negara. Perusahaan industri budaya tidak lagi dianggap sebagai perusahaan sekunder di ekonomi riil. United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menyatakan bahwa industri budaya dianggap ada ketika barang dan jasa budaya diproduksi, direproduksi, disimpan, atau didistribusikan pada jalur industri dan komersial dalam skala besar dan didasarkan pada pertimbangan strategi berbasis ekonomi daripada kekhawatiran pada pengembangan budaya. Sebab kebijakan terhadap industri budaya tidak dapat dipisahkan dari teknologi informasi dan komunikasi, dan informasi masyarakat yang lebih luas dimana kebijakan tersebut dirumuskan. Pada abad ke-21, pemerintah Korea Selatan telah menekankan pentingnya konten budaya bagi perekonomian nasional.

Apakah Indonesia dapat mengembangkan strategi creative economy seperti Korea Selatan? Hal inilah yang menjadi perhatian utama bagi pemerintah Indonesia. Baru-baru ini Indonesia diidentifikasi sebagai salah satu negara berkembang yang paling menarik dan berkembang pesat di dunia. Indonesia telah menjadi salah satu ekonomi paling kuat di dunia. Indonesian Agency for Creative Economy Deputy, pada tahun 2015 mencatat pertumbugan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 4,79%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan hanya 2,4%. McKinsey & Co telah memperkirakan bahwa Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar ketujuh di dunia pada tahun 2030 (peringkat 16 pada tahun 2011). Indonesia terdiri atas lebih dari 13.000 pulau dan ratusan etnis dan bahasa yang berbeda, warisan budaya yang kaya dan keragaman diiringi dengan pasar domestik yang besar merupakan peluang yang menarik bagi creative economy. Teknologi informasi, film dan bisnis kreatif, sangat penting bagi ekonomi yang bernilai lebih tinggi, dipandang sebagai masa depan bagi banyak kota yang sedang berkembang di Indonesia.

Pusat-pusat penting industri kreatif di Indonesia antara lain Yogyakarta, Bandung, Makassar, Ubud, dan Jakarta. Iklim positif ini tentunya menjadi momen yang tepat bagi pemerintah untuk memperkuat pondasi perekonomian khususnya di sektor riil. Salah satu sektor riil yang patut menjadi prioritas adalah creative economy. Presiden Joko Widodo optimis bahwa creative economy akan menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia. Berbeda dengan sektor lain yang sangat bergantung pada eksploitasi sumber daya alam, kekuatan creative economy lebih bertumpu pada keunggulan sumber daya manusia (human resources), seperti karya seni, arsitektur, buku, inovasi teknologi, dan animasi, yang berasal dari ide-ide kreatif pemikiran manusia.

Meskipun creative economy muncul sebagai area yang harus dievaluasi, masih terdapat masalah dalam penetapan tolak ukur yang dapat diukur karena berbagai masalah definisi baik konseptual maupun praktis. Pada tahun belakangan ini, banyak lembaga dan pemerintah yang secara signifikan berupaya untuk mengumpulkan data tentang creative economy, meskipun di banyak negara, termasuk Indonesia, mengukur creative economy masih menjadi tantangan.

Pendataan creative economy telah dilakukan dua kali di Indonesia, pertama melalui survei yang dilakukan pada tahun 2016 dan kemudian dalam kompilasi sensus ekonomi 2016. Meskipun banyak masalah dan tantangan, pengukuran creative economy tetap penting bagi pembangunan ekonomi di Indonesia. Indonesia akan terus meningkatkan penyediaan data creative economy, sebagai benchmark untuk mendukung sustainable Development Goals. *

Related posts

Peugeot 208 Memenangkan Car of the Year 2020

neodemokrasi

Ini yang Membuat AC Peugeot Tetap Adem Kala Cuaca Ekstrem

Rizki

Peugeot Bermitra dengan Oreca Digital

Rizki