Sektor Usaha Mikro Kecil Menengah sangat berkembang pesat di Indonesia dari tahun ke tahun. UMKM sendiri memberikan dampak yang luar biasa bagi negara terutama dalam hal menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sendiri menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 memiliki beberapa definisi yaitu (1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam UU; (2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UU; dan (3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UU. Adapun bentuk-bentuk usaha UMKM dapat berupa Badan (PT,Koperasi,CV,Firma dan lain-lain) dan Orang pribadi (UD,PD).
Kita tahu bahwa pencapaian yang besar dari UMKM tersebut sering terkendala masalah pelaporan perpajakan, pembukuan dan pelaporannya untuk mengembangkan usaha kepada masyarakat. Sebagian besar UMKM masih belum meyelenggarakan perpajakan, pembukuan akuntansi dan pelaporannya dengan baik. Pelaksanaan perpajakan, pembukuan akuntansi untuk menyediakan laporan keuangan yang informatif merupakan hal yang masih sulit bagi UMKM. Penyusunan laporan keuangan dan perpajakan merupakan hal yang penting yang harus dilakukan oleh UMKM karena dengan adanya aspepk pencatatan, pembukuan dan perpajakan akan memudahkan UMKM untuk mengetahui perjalanan bisnisnya, kendala-kendala apa saja yang dialami, dan informasi-informasi yang dibutuhkan dapat dilihat dari laporan keuangan dan laporan perpajakan yang dihasilkan.
Lalu, bagaimana UMKM memperlakukan aspek perpajakan dan akuntansinya dalam mengembangkan usaha bisnisnya? Untuk mendorong masyarakat berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal, dengan memberikan kemudahan dan lebih berkeadilan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk jangka waktu tertentu terutama bagi UMKM, maka pemerintah menerapkan aturan perpajakan bagi UMKM yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang menyatakan bahwa Wajib Pajak (Badan/OP) dengan peredaran bruto tertentu tidak melebihi 4,8 Milyar/tahun dikenakan PPh final sebesar 0,5% dari omset/peredaran usaha dengan kriteria (1) Masih dalam jangka waktu tertentu yang diijinkan; (2) Tidak termasuk WP dengan sumber penghasilan tertentu; (3) Memilih dikenakan PPh Final; dan (4) Dapat memilih sebagai PKP atau non PKP. Sedangkan untuk Wajib Pajak (Badan/OP) dengan peredaran usaha lebih dari 4,8 Milyar/ tahun sampai dengan 50M dikenakan tarif Pasal 31e UU PPh sebagai insentif dengan ketentuan : (1) Bagian s/d 4,8 Milyar dikenakan 50% dikalikan tarif normal; (2) Bagian diatas 4,8 Milyar dikenakan tarif normal; dan (3) Wajib PKP yang mana PPh ditanggung pemerintah sampai Desember 2021 (PMK-82/PMK.03/2021 Perubahan atas PMK-9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019).
Dari segi insentif pajak pun, UMKM mendapatkan kemudahan dari pemerintah. Insentif pajak dilakukan suatu negara untuk menarik investor dalam rangka mendorong aktivitas ekonomi. Adapun insentif pajak yang diberikan sehubungan adanya pandemi covid 19, adalah pemberian insentif / kompensasi perpajakan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional bagi perusahaan / usaha lainnya yang terdampak pandemi, berupa : pengurangan pajak, pajak ditanggung pemerintah, pembebasan pajak dan percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Adapun tujuan pemerintah memberikan insentif pajak bagi UMKM adalah (1) untuk merangsang investasi khusus dalam rangka percepatan penciptaan lapangan kerja; (2) mendorong masyarakat UMKM berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal; (3) memberikan kemudahan yang berkeadilan kepada Wajib Pajak UMKM; (4) untuk mendukung demand (belanja) dan cashflow masyarakat; (5) serta untuk membantu pemulihan ekonomi nasional bagi perusahaan/usaha lainnya.
Dari beberapa kemudahan aspek perpajakan yang telah diberikan pemerintah kepada UMKM, maka UMKM juga perlu untuk mengevaluasi kinerja bisnisnya salah satunya adalah menumbuhkan kesadaran akan perlunya pembukuan. UMKM dapat memandang segi positif yang akan mereka peroleh dengan adanya pembukuan, yaitu dengan adanya laporan keuangan mereka dapat mempermudah perolehan bantuan dana dari bank ataupun lembaga kredit lainnya, serta menghindari sanksi atas ketidakpatuhan terhadap aturan pajak.
Melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI menyusun standar akuntansi yang sesuai dengan karakteristik UMKM. SAK EMKM merupakan standar akuntansi keuangan yang berdiri sendiri dan tidak mengacu pada SAK umum, sebagian besar menggunakan konsep biaya historis, mengatur transaksi yang umum dilakukan oleh UMKM, bentuk pengaturan lebih sederhana dalam hal pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan, juga relatif tidak berubah selama beberapa tahun. SAK EMKM dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas mikro, kecil dan menengah.
Konsep SAK EMKM sendiri menyediakan informasi posisi keuangan dan kinerja suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomik oleh siapapun yang tidak dalam posisi dapat meminta laporan keuangan khusus untuk memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Informasi keuangan yang dimaksud terdiri dari posisi keuangan dan kinerja. Informasi posisi keuangan entitas terdiri dari aset, liabilitas dan ekuitas pada tanggal tertentu dan disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan sedangkan informasi kinerja keuangan entitas terdiri dari informasi mengenai penghasilan dan beban selama periode pelaporan dan disajikan dalam Laporan Laba Rugi.
Adapun asumsi dasar laporan keuangan yang dapat digunakan oleh UMKM dalam penyusunan laporan keuangan terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu (1) Dasar Akrual, dalam dasar akrual, pos-pos diakui sebagai aset, liabilitas, ekuitas, penghasilan dan beban ketika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan untuk masing-masing pos tersebut; (2) Kelangsungan Usaha, pada saat menyusun laporan keuangan, manajemen menggunakan SAK EMKM dalam membuat penilaian atas kemampuan entitas untuk melanjutkan usahanya di masa depan (kelangsungan usaha). Entitas mempunyai kelangsungan usaha, kecuali jika manajemen bermaksud melikuidasi entitas tersebut atau menghentikan operasi atau tidak mempunyai alternatif realistis kecuali melakukan hal-hal tersebut.
Jika entitas tidak menyusun laporan keuangan berdasarkan asumsi kelangsungan usaha, maka entitas mengungkapkan fakta mengapa entitas tidak mempunyai kelangsungan usaha; dan (3) Konsep Entitas Bisnis, entitas menyusun laporan keuangan berdasarkan konsep entitas binis. Entitas bisnis, baik yang merupakan usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, maupun badan usaha yang berbadan hukum, harus dapat dipisahkan secara jelas dengan pemilik bisnis tersebut maupun dengan entitas-entitas bisnis lainnya. Transaksi yang berkaitan dengan bisnis tersebut harus dapat dipisahkan dari transaksi pemilik bisnis tersebut, maupun dari transaksi entitas lainnya.
Laporan keuangan berdasarkan SAK EMKM terdiri dari: (1) Laporan Posisi Keuangan pada akhir periode; (2) Laporan laba rugi selama periode; dan (3) Catatan atas laporan keuangan yang berisi informasi tambahan dan rincian pos-pos tertentu yang relevan. Sedangkan untuk pajak penghasilan, Entitas mengakui aset dan liabiliitas pajak penghasilan dengan mengikuti peraturan perpajakan yang berlaku dan Entitas tidak mengakui aset dan liabilitas pajak tangguhan.*