Neo-Demokrasi
Ekbis

Tantangan Digitalisasi Bagi UMKM

Lydia Setyawardani, S.E., M.Si., Ak.
Dosen tetap STIESIA Surabaya

UMKM mengalami perkembangan yang semakin meningkat khususnya sejak wabah pandemi COVID-19 muncul 2020 lalu. Angka PHK di banyak perusahaan yang di akibatkan oleh situasi tersebut membuat sebagian besar masyarakat kehilangan pekerjaan dan akhirnya mencoba peruntungan mereka dengan menjadi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM).

UMKM di sektor fesyen, makanan hingga bidang transportasi ini lah yang justru membantu menguatkan perekonomian negara.. Namun demikian, ketidakstabilan kondisi perekonomian serta begitu banyak permasalahan bisnis lainnya tentu tidak serta merta membuat usaha UMKM tersebut langsung berjalan dengan lancar dan membawa kesejahteraan bagi pelakunya dengan mudah.

Kegiatan bisnis UMKM yang sebagian besar membutuhkan interaksi fisik dengan pelanggan menjadi sangat terpengaruh dengan adanya kebijakan pembatasan aktivitas sosial untuk menghambat penyebaran Covid-19. Kesulitan beradaptasi dan bertahan di masa pandemi akhirnya dialami oleh mereka yang memiliki model bisnis UMKM yang cenderung konvensional.

Banyak UMKM yang mengalami tutup usaha, kesulitan membayar cicilan kredit, gaji pegawai, biaya sewa tempat usaha, dan biaya-biaya lain. Semua kesulitan UMKM ini semakin bertambah karena tingkat produktivitas yang masih rendah serta masih terbatasnya akses pasar dan akses pembiayaan.

Demi mempertahankan bisnis, berbagai cara pun dilakukan. Salah satunya adalah dengan melakukan digitalisasi UMKM.  Digitalisasi UMKM adalah perubahan dari sistem konvensional ke digital sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses bisnis dan operasional UMKM. Digitalisasi UMKM membuat pelaku usaha UMKM mengubah pengelolaan bisnisnya dari praktik konvensional ke modern. Nyatanya, digitalisasi UMKM bukan sekadar menggunakan teknologi untuk menjual produk.

Lebih dari itu, digitalisasi UMKM memungkinkan UMKM untuk mengatur keuangan, memantau cash flow bisnis, hingga memperoleh bahan baku secara online. Dengan begitu, digitalisasi berperan penting bagi berjalannya proses bisnis UMKM secara keseluruhan.

Sebelum melangkah ke sana, kita bisa telaah beberapa permasalahan yang dihadapi UMKM antara lain minimnya modal usaha untuk mengembangkan bidang usaha mereka. Hal ini sebenarnya bisa diatasi dengan pengajuan pinjaman modal kepada perbankan atau fasilitas lain dari pemerintah misalnya dari kementrian koperasi atau dari kementrian sosial.

Kendala berikutnya yaitu tidak semua pemilik UMKM paham bahwa setiap kegiatan usaha harus memiliki Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) sebagai syarat administratif. Bahwa dengan SIUP ini sebenarnya akan membuka peluang untuk mendapat akses pembiayaan modal usaha hingga pembayaran pajak UMKM. Tanpa SIUP fasilitas tersebut akan terhambat.

Hambatan-hambatan lain dalam upaya digitalisasi pada UMKM juga bisa kita temukan, antara lain yaitu permasalahan sumber daya manusia (human intelectual capital). Sebagian besar UMKM belum mempunyai kesiapan sumber daya untuk menggunakan teknologi informasi. Hal ini mungkin karena mayoritas tingkat pendidikan masyarakat yang masih didominasi oleh tiga golongan: lulus SD, tidak lulus SD, dan tidak bersekolah, literasi digital UMKM merupakan hal mendasar yang harus segera diatasi.

Tanpa kesiapan dalam sumber daya manusia dalam digitalisasi, UMKM akan tetap mengalami kesulitan dalam permodalan maupun dalam pemasaran, padahal peluang makin tinggi di era pandemi, terutama dalam hal kebiasaan menggunakan transaksi digital.

Strategi pemasaran digital atau digital marketing juga jadi salah satu tantangan yang harus dihadapi UMKM dalam perjalanan transformasinya. Sebenarnya, bila pelaku usaha sudah memiliki pengetahuan lebih terhadap teknologi dan telah menentukan platform digital yang digunakan sesuai persona konsumennya, mereka akan lebih mudah menentukan strategi pemasaran.

Pelaku UMKM kurang memanfaatkan pemasaran digital dalam meningkatkan penjualan. Sedangkan sebagai seorang pelaku UMKM, perlu memiliki pengetahuan yang luas mengenai bisnis dan bagaimana cara mengembangkannya. Memperluas dan mengembangkan bisnis saat ini bisa dilakukan dengan pemasaran digital.

Pemasaran digital ini bisa menjadi sarana promosi yang dapat menambah jumlah dan luas wilayah penjualan karena aktifitas bisnis yang semakin terekspos dan semakin mudah diakses oleh pembeli di luar wilayah penjualan UMKM tersebut. Cara mengembangkan bisnis bisa juga dilakukan dengan menambah pengetahuan tentang cara riset pasar, riset kompetitor, riset target pasar, serta berinovasi dan mengembangkan produk/jasa baru yang tentunya sesuai dengan peraturan yang ada. Semua ini bisa diperoleh dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang sudah banyak dilakukan oleh pihak pemerintah maupun swasta.

Pengusaha UMKM juga banyak yang tidak melakukan branding untuk bidang usaha maupun produk-produknya. Meskipun branding identik dengan perusahaan-perusahaan besar, bukan berarti bisnis kecil tidak membutuhkan branding yang baik. Justru hal ini sangat perlu dilakukan mengingat pasar yang sangat kompetitif, sebuah UMKM justru akan semakin berhasil dengan identitas branding yang unik dan menarik.

Misalnya dengan sejak awal menentukan citra yang ingin ditampilkan untuk suatu usaha dan produk, kemudian mengembangkan citra tersebut dengan berbagai strategi seperti membuat logo, nama usaha, dan tagline yang unik, menggunakan media sosial walaupun sederhana seperti whatsap ataupun instagram sebagai platform, tidak lupa berfokus dalam meningkatkan dan menjaga kualitas produk yang ditawarkan dan tidak lupa tetap meningkatkan pelayanan kepada konsumen.

Permasalahan UMKM yang lain adalah komunikasi bisnis yang kurang efektif. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengalaman dari pelaku UMKM seringkali sulit berkomunikasi dengan pelanggan, karyawan, dan stakeholder lainnya dengan efektif. Hal ini tentunya berpengaruh besar pada banyak hal, dimulai dari efisiensi manajemen operasional bisnis hingga kemampuan menjaga loyalitas pelanggan.

Berikutnya adalah hal yang berkaitan dengan syarat administratif pengajuan modal usaha ke perbankan adalah masih dilakukannya pembukuan secara manual. Proses pembukuan manual dapat menjadi kendala dalam bisnis UMKM. Di zaman yang sudah digital ini sebaiknya proses pembukuan harus beralih dari manual ke digital.

Jika pada proses pembukuan manual mengalami kerusakan, kehilangan, atau kesalahan akan mengakibatkan kehilangan data dan sistem penjualan akan tertunda. Solusinya adalah dengan beralih ke proses pembukuan secara otomatis dengan menggunakan aplikasi atau sistem pembayaran online yang sudah terintegrasi.

Kurangnya inovasi dalam menghasilkan suatu produk juga dapat menjadi kendala dalam bisnis UMKM. Setiap harinya konsumen akan mencari produk-produk yang berbeda dari segi jasa, harga, dan pelayanan. Jika konsumen melihat produk yang sama pada setiap harinya, maka konsumen akan melihat produk dari pesaing yang mungkin terlihat lebih baik atau menarik, padahal bisa saja produk kita sebenarnya lebih berkualitas, hanya karena kurang inovasi akan mengakibatkan bisnis yang sedang dijalankan akan kalah bersaing. Solusinya adalah dengan selalu memperbaharui dan mengetahui produk-produk yang diminati oleh konsumen dan mengikuti tren pasar.

Permasalah berikutnya yaitu permasalahan infrastruktur dan sistem informasi (structural capital). UMKM belum semua memiliki infrastruktur yang diperlukan dalam rangka digitalisasi karena keterbatasan modal, mengingat sebaran infrastruktur digital seperti akses internet yang belum merata di Indonesia, bahkan di Pulau Jawa dan harga gawai pintar yang masih dirasa terlalu mahal untuk masyarakat menengah ke bawah. Permasalahan jejaring (relational capital). UMKM yang mampu memanfaatkan jejaring masih sangat sedikit.

Mereka bahkan belum menyadari bahwa jejaring sangat penting, baik itu jejaring dengan sesama pengusaha, asosiasi profesi, pemerintah, maupun perbankan. Permasalahan sosial dan perilaku (social capital). Pelaku UMKM memang sudah memiliki fasilitas internet, tetapi masih relatif jarang yang memanfaatkan untuk mendapatkan informasi yang berguna untuk kemajuan perusahaan. Sebagian besar penggunaan internet masih untuk media hiburan. Dalam hal ini, belum banyak UMKM yang dapat menangkap peluang digital.

Pelaku UMKM umumnya belum mengetahui cara mengunduh aplikasi untuk berjualan, mengunggah informasi dan foto terkait produk mereka di situs e-commerce, serta memaksimalkan ragam fitur yang dihadirkan situs online. Berikutnya adalam menemukan platform digital yang sesuai dengan bidang usaha dan kemampuan mereka. Saat melakukan transformasi digital, sering kali pelaku usaha kebingungan terhadap platform mana yang harus mereka manfaatkan guna menjangkau konsumen lebih luas.

Namun, sebelum menentukan platform digital yang digunakan, pelaku usaha harus terlebih dahulu menentukan target konsumennya. Hal ini kerap disebut mencari persona yang tepat untuk disasar. Dengan adanya persona, pelaku usaha bisa mengetahui berbagai informasi mengenai target market, mulai dari gender, usia, lokasi, kebiasaan, hingga penghasilan mereka. Informasi ini bisa membantu UMKM menentukan platform digital yang hendak digunakan, seperti email, telepon, blog, atau media sosial.

Perubahan dalam dunia digital itu konstan dan terjadi lebih cepat dari sebelumnya. Jika tidak bergerak cepat, suatu bidang usaha akan mengalami ketertinggalan yang sangat parah. Pengetahuan teknologi masih rendah merupakan tantangan pertama yang sering menghambat pelaku UMKM go digital yaitu terbatasnya kemampuan dan pengetahuan mereka dalam memanfaatkan teknologi serta platform digital. Untuk itu, pelaku usaha harus belajar secara bertahap. Proses belajar ini bisa dilakukan mulai dari bergabung dengan komunitas UMKM, mencari mentor, hingga mengikuti ragam kelas online atau webinar. *

Related posts

Auto2000 Lindungi AutoFamily yang Gunakan Layanan Bengkel

neodemokrasi

Bank Jatim Bersama Pemprov Jawa Timur Dorong Pengembangan Ekspor Lewat Gebyar Ekspor Jatim Berdaya 2023

neodemokrasi

TEI Catat Transaksi USD 3,99 Miliar

Rizki