Neo-Demokrasi
Jatim

Berkarya Dalam Sunyi, Tetap Sepenuh Hati

Pembuatan kerangka face shield dengan printer 3D. Foto: Rizki

Surabaya, NEODEMOKRASI.COM – Empat ruangan itu seukuran sekitar 8×10 meter persegi. Tampak menunjukkan kesibukan luar biasa. Banyak aktivitas yang dilakukan. Para penghuninya tak banyak omong. Pekerjaan mungkin terlalu menyibukkan mereka. Terkadang ada suara bor disela-sela kegiatan.

Sudah selesai satu pekerjaan,  ada tugas lain yang harus ditangani. Di bagian luar ruangan banyak pula yang bekerja. Di selasar mereka duduk berselonjor atau jongkok. Alasnya karton, karpet, atau apa saja. Bahkan tanpa alas pun mereka tetap bisa bekerja.

Ada yang memotong gulungan mika menjadi ukuran kecil. Seukuran map. Canda kadang menyeruak. Tapi, ada pula yang serius dengan pekerjaannya. Tak peduli ada kawannya tengah makan siang sambil bergurau.

Itulah kesibukan yang sehari-hari terekam di Gedung Desain Produk, Fakultas Arsitektur Desain dan Perencanaan (FADP)  Institut Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Mereka ini adalah para relawan mitra Sekber Relawan Penanggulangan Bencana (SRPB) Jawa Timur (Jatim). Selain relawan SRPB Jatim, juga ada relawan lainnya dari perguruan tinggi.

Puluhan relawan silih berganti mengerjakan alat pelindung diri (APD) berbentuk face shield (pelindung muka). Alat ini penting karena sebagai perlindungan diri tenaga medis. Terutama ketika menangani pasien yang terduga Covid-19. Apalagi, face shield jumlahnya terbatas. Inilah salah satu latar belakang para relawan SRPB Jatim terjun langsung mengerjakan APD jenis ini.

Empat ruangan tersebut adalah ruang 101 hingga 104. Ada beberapa bagian yang digunakan untuk para relawan ini. Di ruang 101 ada banyak printer 3 dimensi (3D) sedang bekerja. Di ruang sebelahnya, ada tempat penimbunan face shield yang siap didistribusikan. Dua ruangan lainnya: 103 dan 104 dibuat untuk perakitan. Jika tak cukup, selasar tempat bersantai juga bisa digunakan. Pendeknya mereka fleksibel dan bisa bekerja di mana saja.

Cerita di Balik Face Shield

Kepala Laboratorium Integrated Digital Design (i-Dig) Dispro ITS Djoko Kuswanto. Foto:Rizki

Di balik ini, ada kisah mengapa face shield dibuat oleh ITS dengan SRPB Jatim.  Djoko Kuswanto, salah satu dosen Desain Produk ITS menceritakan awal mulanya.

Ketika itu, sekitar tanggal 16-17 Maret 2020, ia tak ingat, ada diskusi intens dengan kawan-kawannya. Saat itu kasus Covid-19 belum terlalu ramai. Seperti diketahui kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020. Djoko dan kawan-kawannya berdiskusi bagaimana membuat sebuah alat yang sangat diperlukan tenaga medis.

“Kita ingin membikin sesuatu yang bermanfaat,” ungkap Kepala Laboratorium Integrated Digital Design (i-Dig) Dispro ITS ini dalam perbicangan dengan penulis, beberapa waktu lalu.

Saat itu, di luar negeri sudah ramai pembuatan face shield untuk tenaga medis. Dari sinilah akhirnya tercetus membuat face shield 3 dimensi (3D). Diskusi ini akhirnya dibawa ke Asosiasi Printer Tridimensi Indonesia (3D Print). Rupanya, gayung bersambut. Asosiasi ini memberi lampu hijau Djoko dan kawan-kawan untuk bekerja.

Tekad untuk membuat face shield menguat kala Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS Unair) kekurangan alat ini. Apalagi, Djoko Kuswanto juga bekerja sebagai medical engineer di rumah sakit tersebut. RS Unair saat itu punya persediaan face shield hanya untuk dua hari.

“Saya juga diminta tolong untuk membuat face shield,” kata Djoko yang mengambil S2 di Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Akhirnya, bersama kawannya, Andhika Estiyono, Kepala Laboratorium Protomodel Desain Produk, Fakultas Arsitektur Desain dan Perencanaan (FADP)  ITS, membicarakan bagaimana proyek ini segara terwujud.

Tak banyak waktu. Senin, 23 Maret 2020, mereka memulai membuat face shield. Semula dilakukan coba-coba (trial and error). Hasilnya di-upload ke Grup WhatsApp mereka. Responnya bagus. Para dokter menanggapi positif produk coba-coba ini.

Plastik Pagar Jadi Solusi

Printer 3D mereka yang berjumlah 15 buah mulai dimaksimalkan. Namun, sayangnya 24 jam produksi, satu printer 3D hanya bisa membuat 12 piece. Tentu jumlah ini sangat sedikit. Apalagi, kabar pembuatan face shield 3D ini sudah sampai ke telinga Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elistiano Dardak. Mantan bupati Trenggalek ini pun langsung sidak  ke Dispro ITS. Emil pun minta agar kapasitas produksi ditingkatkan menjadi 1.000 buah per hari.

Djoko pun memutar otak. Karena kapasitas produksi terbatas, dia melirik plastik yang digunakan untuk penutup pagar. Yakni plastik Polietilen (Poly Ethelene) atau dikenal dengan plastik PE. Plastik ini digunakan sebagai rangka untuk penutup dahi face shield. Sedangkan plastiknya menggunakan mika.

Dengan menggunakan bahan-bahan ini, akhirnya kapasitas produksi bisa digenjot menjadi 4.000-5.000 buah per hari.  Dia berharap dalam batch 1 ini bisa diproduksi 135 ribu buah.

Para relawan melakukan perakitan face shield. Foto: Rizki

Untuk membuat face shield ribuan per hari, ITS juga menggandeng SRPB Jatim. Setiap hari relawan SRPB Jatim ikut bertugas. Mereka kadang bergiliran. Hari liburpun tetap bekerja. Tak kenal lelah.

Aksi mereka memang tak banyak  banyak terdengar. Aksi mereka jarang mendapat publikasi. Namun di beberapa ruangan ujung kampus ITS tersebut para relawan tetap bekerja. Dari manapun asalnya, mereka satu tujuan untuk membantu memerangi Covid-19.

Perakitan face shield terus dikebut. Foto: by Rizki

Lokasi Gedung Desain Produk memang agak terpencil dalam kompleks kampus ITS. Dari pintu masuk Bundaran ITS sekitar 3 km menuju tempat ini. Lokasinya memang agak terasing dan sepi. Dalam kesunyian itulah para relawan berkarya.

Disinggung soal kerja para relawan dari SRPB Jatim ini, Djoko mengaku salut. Mereka cepat dalam bekerja dan terus semangat. “Ya, mungkin karena sudah punya pengalaman di lapangan. Jadi kalau ada apa-apa enak mengerjakannya,” tutur pria yang S1-nya dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Semua produk face shield dibagikan gratis kepada rumah sakit rujukan, pemerintah maupun swasta, puskesmas dan lainnya. Untuk mendapatkan face shield gratis ini tak butuh birokrasi berbelit. Cukup surat permohonan resmi berkop dan berstempel dari rumah sakit yang bersangkutan. APD jenis ini memang dikhususkan langsung diberikan kepada rumah sakit yang membutuhkan. Bukan yayasan atau sejenisnya.

Materi face shield dari mika. Foto: Rizki

Pembuatan face shield ini juga tak lepas dari donasi berbagai pihak. Tak hanya ITS saja. Beberapa dokter pun juga ikut menyumbang. Mereka tak hanya berdonasi materi saja.

Djoko juga mengungkapkan, kendala yang dihadapi adalah mulai langkanya filamen. Barang ini menjadi bahan pokok pembuatan rangka face shield 3D. Selain itu, barang-barang lain harganya naik daripada saat pembelian pertama.

Walaupun demikian, kerja para relawan SRPB Jatim dengan ITS ini terus berjalan hingga saat ini. Bahkan mereka merencanakan batch 2 yang lebih besar lagi. Kerja sunyi mereka memang terbukti sepenuh hati.(rd)

 

 

Related posts

Kapolresta Sidoarjo Kunjungi Perusahaan Farmasi

Rizki

ASN Harus Profesional, Berintegritas, dan Tulus Mengabdi

Rizki

Komunitas Nelayan dan Stakeholder Harus Duduk Bersama

Rizki