
Surabaya, NEODEMOKRASI.COM – Kebijakan pemerintah yang mengizinkan dan membuka pintu investasi industri minuman keras (Miras) dan penjualan secara terbuka di sejumlah daerah di Indonesia, menuai berbagai kritik, kecaman, dan penolakan.
Hal ini dimungkinkan setelah ditekennnya Perpres No 10 Tahun 2021 yang implikasinya akan semakin bebasnya peredaran industri miras di Indonesia. Perpres tersebut turunan dari UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU ini menghapus Ppasal 12 UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang melarang bidang usaha miras. Tetapi di lampiran III justru memasukkan usaha miras sebagai bidang usaha yang dilegalkan.
Memang ada sebagian masyarakat daerah yang memiliki kebiasaan konsumsi miras, tetapi lebih kepada azas manfaat. Seperti meningkatkan semangat dan gairah kerja di pagi hari. Tetapi tingkat mudharatnya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Sehngga Ketua MUI Cholil Nafis juga mengecam keras kebijakan Presiden Jokowi terkait miras ini.
“Saya menolak tegas kebijakan soal miras di Perpres No. 10 Tahun 2021. Peredaran miras sangat membahayakan kehidupan masyarakat dan bangsa,” ungkap anggota Komisi A, DPRD Jatim Muzammil Syafii, Selasa (2/3).
Menurutnya, miras terbukti menjadi pemicu terjadinya berbagai bentuk kejahatan dan aksi kriminalitas. Islam juga menegaskan miras adalah induk dari seluruh perbuatan dosa besar . “Seperti halnya narkoba yang merusak mental dan struktur tubuh. Miras biang pemicu tidak terkendalinya akal dan mendorong berprilaku negatif,” tambah Muzammil Syafii.
Pihaknya juga tidak bisa membayangkan apabila generasi muda kita kecanduran miras. Masa depan Indonesia dipastikan akan hancur. Bagaimanapun, nasib dan masa depan bangsa dan negara sangat ditentukan oleh kualitas generasi mudanya.
“Saya lihat ada syarat dan ketentuan yang membatasi produksi di empat wilayah mengacu pada kearifan lokal. Tapi siapa yang bisa membatasi peredarannya?,” tutur ketua Fraksi Nasdem DPRD Jatim.
Kalau yang nyata mungkin bisa ditindak, lanjutnya, bagaimana yng mengonsumsi dengan sembunyi- sembunyi (underground) yang jumlahnya lebih besar. Kondisi sekarang ini saja pemerintah belum mampu memberantas secara menyeluruh. Sedangkan korban yang berjatuhan akibat konsumsi miras oplosan sudah tak terhitungkan.
“Saya harap pemerintah segera mengkaji lebih dalam. lagi. terkait tingginya respon penolakan masyarakat. Idealnya justru UU larangan miras yang diteken,” pungkasnhya.(nor)